Jumat, 04 November 2011

Ila & Juned

Album Covered










ISO/NOISE/MODE METERING.

Seringkali dalam dunia fotografi digital kita dibuat bingung oleh istilah ISO dan noise. Adakalanya dalam membeli kamera digital kita menjumpai sebuah kamera saku yang mengklaim mampu dipakai hingga ISO 3200 atau bahkan lebih. Atau pernahkah anda frustasi karena hasil foto yang diambil penuh dengan bintik-bintik noise yang mengganggu saat memakai ISO tinggi? Ada baiknya kita mengenal lebih jauh mengenai istilah-istilah ini agar nantinya motret makin PeDe.

Sebagai pembuka, bolehlah sekedar mengingat kembali bahwa dasar fotografi adalah bermain dengan cahaya, dimana banyak sedikitnya cahaya yang ditangkap oleh kamera dipengaruhi oleh berapa kecepatan shutter dan besarnya bukaan diafragma. Dalam era fotografi film dikenal dengan nilai ASA pada film yang menandakan sensitivitas film tersebut terhadap cahaya. Istilah ISO pada fotografi digital (mengacu pada standar ISO 12232) pun ekuivalen seperti ASA untuk film, dimana dalam hal ini ISO menyatakan nilai sensitivitas sensor pada kamera digital.

Sensor chipSensor, baik CCD maupun CMOS, adalah komponen utama dari sebuah kamera digital, yaitu berupa sekeping cip silikon yang tersusun atas jutaan piksel yang peka cahaya. Pada saat gambar yang datang dari lensa mengenai sensor maka tiap-tiap piksel tersebut akan menangkap energi cahaya yang datang dan merubahnya menjadi besaran sinyal tegangan. Seberapa sensitif sensor mampu menangkap cahaya inilah yang dinyatakan oleh besaran ISO. Setiap sensor memiliki nilai ISO dasar/ISO normal yaitu nilai sensitivitas terendah dari sensor yang umumnya ekuivalen dengan ISO50 hingga ISO200 (tergantung jenis dan merk kamera). Pada nilai ISO normal ini kepekaan sensor terhadap cahaya berada pada level terendah sehingga dibutuhkan cukup banyak cahaya untuk mendapatkan foto dengan exposure yang tepat. Oleh karena itu umumnya ISO normal hanya dipakai saat pemotretan outdoor di siang hari.

ISO selectorUntuk mengukur cahaya, istilahnya metering, kamera memiliki sistem pengukur cahaya (light meter) yang menginformasikan seberapa banyak cahaya yang akan masuk mengenai sensor. Apabila cahaya yang diterima sensor terlalu rendah (kadang kamera memberi warning low light pada layar LCD) maka pilihan yang ada untuk menjaga exposure adalah dengan memperbesar diafragma, melambatkan shutter, dan/atau menaikkan nilai ISO. Pada kamera saku yang serba otomatis, nilai shutter dan diafragma akan ditentukan secara otomatis oleh kamera berdasarkan hasil pengukuran cahaya. Apabila pada kondisi kurang cahaya kombinasi shutter dan diafragma tidak mampu menghasilkan exposure yang tepat, barulah nilai ISO perlu dinaikkan. Apabila mode ISO pada kamera diset ke AUTO, maka kamera akan menaikkan nilai ISO secara otomatis. Pada kamera yang memungkinkan untuk dapat menentukan nilai ISO secara manual, nilai ISO yang lebih tinggi dapat kita pilih dalam faktor kelipatan mulai dari 200, 400, 800, 1600 hingga 3200. Bahkan kini kamera digital terbaru mulai menawarkan kemampuan ISO 6400 untuk sensitivitas ekstra tinggi.

ISO rendah dan ISO tinggiPerlu dicatat bahwa dengan nilai ISO yang lebih tinggi juga memungkinkan pemotretan dengan kecepatan shutter yang lebih cepat. Hal ini dikarenakan ISO tinggi memberikan sensitivitas tinggi sehingga kamera tidak memerlukan banyak cahaya untuk mendapat exposure yang tepat. Shutter cepat ini bermanfaat untuk membuat objek yang bergerak jadi nampak diam. Istilahnya, membekukan objek (lihat gambar perbandingan di samping). Penggunaan ISO rendah (misalnya ISO 100) akan membuat shutter kurang cepat (misal 1/20 detik) untuk mampu menangkap gerakan si anak. Dengan menaikkan ISO (misal ISO 800), didapat nilai shutter yang lebih cepat (misal 1/200 detik) sehingga si anak jadi nampak diam. Terkadang pada kamera yang tidak dilengkapi stabilizer, pemakaian ISO tinggi juga dapat dimanfaatkan untuk mencegah gambar menjadi blur. Dengan ISO tinggi diharapkan getaran tangan yang biasanya rawan membuat gambar blur bisa dihindari karena shutter yang lebih cepat.

ISO400 sample Sayangnya peningkatan ISO juga akan membawa efek negatif yang tidak diinginkan. Meningkatkan ISO berarti meningkatkan sensitivitas sensor, sehingga sinyal yang lemah pun dapat menjadi kuat. Masalahnya, pada proses kerja sensor juga menghasilkan noise yang mengiringi sinyal aslinya. Bila ISO dinaikkan, noise yang awalnya kecil pun akan ikut menjadi tinggi. Noise yang tinggi akan tampak mengganggu pada hasil foto dan muncul berupa titik-titik warna yang tidak enak untuk dilihat. Masalah noise ini akan lebih parah apabila jenis sensor yang digunakan adalah sensor berukuran kecil, seperti yang umum dipakai pada kamera saku. Kenapa? Karena sensor kecil memiliki ukuran titik/piksel yang kecil juga, dan secara teori piksel kecil lebih rentan terhadap noise dibandingkan piksel berukuran lebih besar. Oleh karena itulah kamera digital SLR lebih baik dalam menghasilkan foto pada ISO tinggi, karena kamera DSLR memakai sensor yang lebih besar (dan lebih mahal biaya produksinya).

Apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi noise? Pertama tentunya sebisa mungkin hindari pemakaian ISO terlalu tinggi. Namun apabila terpaksa mamakai ISO tinggi, kamera digital masa kini telah memiliki sistem pengurang noise (Noise Reduction/NR) yang secara otomatis akan mencoba memperhalus hasil foto sebelum disimpan menjadi sebuah file. Tiap merk kamera punya ‘pendekatan’ tersendiri untuk mengatasi noise ini. Bisa jadi merk A akan sedikit menerapkan NR sehingga foto tampak masih agak noise namun memiliki detail lebih baik. Merk B bisa saja memakai NR terlalu berlebih sehingga foto yang dihasilkannya bersih dari noise namun detilnya ikut hilang. Sayangnya sampai saat ini belum ada metoda NR yang mampu menghilangkan noise namun sekaligus mempertahankan detail foto dengan sama baiknya. Apabila untuk kebutuhan fotografi ternyata banyak membuat foto dengan memakai ISO tinggi, sebaiknya memakai kamera profesional dengan sensor berukuran besar (2/3 inci, APS-C atau Full Frame 35mm) yang memiliki Signal to Noise ratio yang baik, sehingga efek dari noise ini dapat dikurangi.

Kesimpulan

    * Nilai ISO dalam fotografi digital menyatakan sensitivitas dari sensor yang dipakai pada kamera digital.
    * Untuk hasil foto terbaik gunakan nilai ISO terendah dari kamera digital.
    * Apabila melalui pengaturan shutter dan diafragma tetap tidak bisa didapat exposure yang tepat (biasanya pada kondisi cahaya rendah) maka bisa dicoba menaikkan nilai ISO.
    * Selain untuk pemotretan saat cahaya rendah, pemakaian ISO tinggi juga cocok untuk mencegah blur akibat getaran tangan (apabila kamera tidak dilengkapi fitur stabilizer) atau untuk fotografi kecepatan tinggi, karena ISO tinggi memungkinkan pemakaian shutter lebih cepat dibanding ISO rendah.
    * Menaikkan nilai ISO akan membuat efek samping adanya noise pada hasil foto.
    * Membiarkan mode ISO dalam posisi AUTO bisa jadi dapat membuat kamera otomatis menaikkan nilai ISO terlalu tinggi bila digunakan pada tempat yang kurang cahaya, alternatifnya aturlah nilai ISO secara manual dengan disesuaikan kondisi pemotretan.
    * Metoda Noise Reduction (NR) dapat digunakan untuk mengurangi noise yang muncul, namun idealnya proses NR tetap mampu sedapat mungkin mempertahankan detail foto supaya tetap tajam.
    * Sebaiknya kamera yang digunakan memiliki sensor berukuran lebih besar dibanding kamera pada umumnya sehingga efek dari noise ini dapat dikurangi.

TIP MEMILIH MODE METERING
Tips memilih mode metering yang tepat
2009 Jun 2009

tags: center weight, matrix, metering, spot

Banyak dari kita yang masih belum mantap dalam memilih mode metering yang digunakannya saat memotret. Padahal mode metering adalah fitur standar kamera digital, bahkan hingga kamera ponsel modern pun kini sudah menyediakan fitur ini. Kali ini saya coba membuat tulisan soal tips memilih mode metering yang tepat, dengan harapan kita bisa mendapat foto dengan eksposure yang baik di setiap kondisi pencahayaan.

Fotografi adalah bermain dengan cahaya, dimana kendali akan cahaya ditentukan dari tiga komponen eksposure yaitu shutter, aperture dan ISO. Dalam menentukan nilai eksposure ini, kamera mengukur intensitas cahaya yang masuk melalui lensa dan proses ini dinamakan dengan istilah metering. Pada prinsipnya kamera akan berupaya menjaga eksposure yang pas dimana foto yang dihasilkan memiliki area gelap (shadow), area tengah/grey (midtone) dan area terang (highlight) yang berimbang. Tidak seperti mata manusia, sensor pada kamera digital (atau film pada kamera analog) punya rentang sensitivitas terhadap cahaya yang tidak terlalu lebar sehingga ada saja kasus dimana kamera gagal mereproduksi kondisi aktual di lapangan dalam sebuah foto. Contoh yang paling mudah ditemui adalah terjadinya highlight clipping atau area terang yang detailnya sudah hilang dan ini sering dijumpai pada foto dengan kontras tinggi. Sebaliknya, sebuah foto bisa dikatakan tidak tepat eksposurenya bila banyak area shadow yang terlalu gelap sehingga bisa dibilang under-eksposure.

Pilihan mode metering disediakan untuk mengakomodir berbagai kondisi pemotretan yang pasti punya banyak variasi pencahayaan, mulai dari siang terik, kontras tinggi hingga tempat yang kurang cahaya. Pilihan mode yang umum dijumpai pada kebanyakan kamera digital yaitu :

    * multi segment/evaluative/matrix : mengukur cahaya pada keseluruhan bidang foto
    * center weight : mengukur cahaya dengan prioritas utama pada area tengah foto
    * spot : hanya mengukur cahaya di titik kecil tertentu dan mengabaikan cahaya di area lainnya

Kita kupas satu per satu ya….

matrix

Pada mode metering yang pertama, yaitu multi segment/evaluative/matrix metering, kamera menentukan eksposure berdasarkan perata-rataan pengukuran cahaya di seluruh bidang foto.  Caranya, sensor pada modul light meter dibagi ke dalam beberapa area kecil lantas kamera mengukur intensitas cahaya di tiap-tiap area tadi. Selanjutnya kamera akan mengkalkulasi rata-rata dari intensitas cahaya dan menentukan eksposure yang sesuai. Inilah mode yang dianggap paling memberikan eksposure yang paling tepat dan punya akurasi yang tinggi.

Pada mode ini, semakin banyak area yang menjadi referensi pengukuran maka akan semakin presisi hasil perhitungannya, dan semakin kecil resiko metering kamera meleset. Mode ini jadi mode ‘default’ untuk kebanyakan situasi pemotretan dan bisa diandalkan untuk dipakai sehari-hari. Masalahnya, ada situasi dimana mode ini bisa tertipu, seperti saat ada cahaya yang lebih terang diluar objek foto dan bisa mengacaukan kalkulasi kamera.

center weight

Di mode kedua, yaitu center weight, kamera masih mengandalkan pengukuran dari banyak area sensor namun lebih memprioritaskan pengukuran pada bidang tengah foto dan cenderung mengabaikan intensitas cahaya di luar area tengah itu. Dengan memakai mode metering ini, area tengah yang umumnya jadi subjek foto, bisa mendapat eksposure yang lebih tepat. Mode ini cocok untuk potret wajah atau kebutuhan lain yang memang mementingkan eksposure yang tepat pada bagian tengah foto. Namun untuk foto landscape, mode ini kurang cocok karena pada foto landscape tiap bagian pada foto punya arti yang sama pentingnya.

spot

Di mode ketiga yang bernama spot metering ini kamera hanya mengukur cahaya pada sebidang titik kecil (sekitar 5% dari bidang foto) dan akan mengabaikan 95% area selain titik tadi. Mode ini berguna untuk memotret di tempat yang pencahayaannya amat kompleks dimana bila tidak memakai mode spot maka tidak akan didapat eksposure yang sesuai. Pada kamera DSLR, spot meter bisa disinkronkan dengan titik AF yang ada sehingga kamera akan mengukur spot meter pada titik AF yang dipilih (tidak selalu harus ditengah).

Kasus yang umum membutuhkan kita untuk memakai spot meter adalah saat keseluruhan bidang foto lebih terang atau lebih gelap dari objek yang akan difoto. Namun bila salah memakai mode ini, foto yang dihasilkan bisa jadi terlalu terang atau gelap, maka itu perlu banyak berlatih.

Perlu diingat bahwa nilai eksposure tidak ada standar pasti. Kita hanya mengandalkan mata untuk menilai apakah foto yang dihasilkan sudah memiliki eksposure yang tepat (kadang foto yang agak gelap atau agak terang tidak berarti foto itu gagal). Bila menurut kita ternyata foto yang dihasilkan oleh kamera belum sesuai dengan keinginan, bisa dikompensasikan dengan kompensasi eksposure (Ev) ke arah negatif (lebih gelap) atau positif (lebih terang). Bisa juga bermain kuncian eksposure (exposure lock), bila kita ingin berkreasi lebih kreatif lagi..

Jadi, tips yang saya bisa sharing disini :

    * mode evaluative/matrix cocok untuk dipakai sehari-hari, apalagi bila area yang difoto relatif rata pencahayaannya
    * bila ingin mendapat akurasi eksposure yang baik di bagian tengah foto, gunakan center weight
    * center weight juga cocok dipakai bila ada backlight di belakang objek foto
    * gunakan spot meter bila kita gagal mendapat eksposure yang tepat pada objek foto memakai mode lainnya
    * bila kamera anda tidak ada mode spot meter, alternatifnya gunakan partial metering (seperti EOS 1000D)
    * bila eksposure yang diberikan kamera masih belum memuaskan, siasati dengan bermain Ev ke arah plus (terang) atau minus (gelap)
    * banyak berlatih dengan berbagai mode metering dan amati perbedaannya

Angka ajaib

Salah satu teori dasar fotografi menyebutkan bahwa setiap kali mengecilkan bukaan diafragma satu stop, berarti mengurangi volume cahaya (yang masuk melalui lensa) sebanyak setengahnya. Kebalikannya, bila kita memperlebar bukaan diafragma satu stop, berarti menambah volume cahaya sebanyak dua kali lipat dari sebelumnya. Penjelasannya adalah sebagai berikut

Angka diafragma didapatkan dari perbandingan antara panjang fokus lensa dan diameter permukaan lensa yang berfungsi mengumpulkan cahaya. (f/stop = F/Ø)


Jadi, bila lensa 50 mm mempunyai diameter (diameter = diameter lensa (kaca) bukan diameter dudukan filter) selebar 50 mm maka dikatakan dia mempunyai diafragma f/1 (50 mm : 50 mm). Ini adalah lensa yang sangat kuat mengumpulkan cahaya dan saat ini hanya diproduksi oleh satu produsen kamera (canon).

Dari sini dapat dihitung – memakai lensa normal dengan bukaan maksimum f/1,4 – berapa diameter lensa yang digunakan untuk mengumpulkan cahaya.

50 mm : f/1,4 = 35,7 mm

(pembulatan dari 35,7142857.......)²²

Bila kita sadari bahwa yang bertanggungjawab mengumpulkan cahaya adalah seluruh luas permukaan lensa yang bersangkutan, hitung-hitungan ini menjadi makin menarik lagi. Masih ingat pelajaran SMP bahwa rumus untuk mencari luas lingkaran adalah sama dengan Ï€r² (pi r kuadrat)? Atau 22/7 kali jari-jari kali jari-jari?

Jadi, bila jari-jari diameter lensa 50 mm f/1,4 adalah 17,85 mm (35,7 : 2) maka luas permukaan lensa tersebut adalah

Ï€ x 17,85²

= 3,1415926535897932384626433832795 x 318,6225

= 1000,982105268413896122063591389 mm² (dibulatkan menjadi 1001 mm²)

Bila diafragma kita kecilkan satu stop menjadi f/2, kemampua mengumpulkan cahya dari lensa yang bersangkutan menjadi turun setengahnya. Dengan diafragma f/2 tersebut, secara virtual diameter lensa tadi “diubah” menjadi 25 mm (50 mm : f/2). Jari-jari lensa tersebut menjadi 12,5 mm

Luas permukaan (virtual) lensa yang bersangkutan menjadi

Ï€ x 12,5²

= 3,1415926535897932384626433832795 x 156,25

= 490,87385212340519350978802863742 mm² (dibulatkan menjadi 491 mm²)

Mengapa tidak menjadi setengahnya? Bukankah 491 mm² belum setengah dari 1001 mm² ?

Perlu diingat bahwa dalam fotografi terdapat banyak pembulatan dan kompromi. Angka 491 mm² sudah sangat mendekati setengah dari 1000 mm². Lagi pula perbedaan luas 9 mm² akan sangat sedikit perbedaannya dalam hasil pemotretan.

Tetapi, jika anda masih penasaran juga, kita lihat saja mengapa tidak dibuat benar-benar setengahnya (500 mm²). Bila demikian, hitungannya kita balik menjadi

500 mm² : Ï€

= 500 : 3,1415926535897932384626433832795

= 159,15494309189533576888376337251

Akar dari 159,15494309189533576888376337251 adalah jari-jari lensa tersebut, yakni 12,615662610100800241235747611828 mm

Dari sini didapat angka 25,231325220201600482471495223657 mm sebagai diameter. f/stop lensa yang bersangkutan adalah

50 mm : 25,231325220201600482471495223657

= f/1,9816636488030055066725143825606

Pertanyaannya sekarang adalah, muatkah sederetan angka tersebut untuk dituliskan di atas gelang diafragma yang lebarnya imut-imut itu? Lagipula bukankah sudah sangat nyata sekarang bahwa sebenarnya f/1,98 dan seterusnya itu sudah sangat mendekati f/2?

Kita lanjutkan dengan bukaan diafragma berikut, yakni f/2,8 sekalian untuk menunjukkan lebih jauh tentang pembulatan dan kompromi tadi.

Diameter virtual lensa 50 mm pada f/2,8 adalah

50mm : f/2,8 = 17,85 mm

(dari 17,857142857142857142857142857143)

Jari-jarinya adalah 17,85 : 2 = 8,925 mm

Luas permukaannya :

Ï€ x 8,925²

= 3,1415926535897932384626433832795 x 79,655625

= 250,2455263171034740305158978472 mm²

Atau 250 mm². Uhapir setengahnya dari luas permukaan sebelumnya dan seperempat dari luas permyukaan pada diafragma f/1,4.

Dengan rumus tadi, luas permukaan pada f/4 adalah

122,71846303085129837744700715936 mm² (dibulatkan menjadi 123 mm² sekali lagi hampir setengah dari sebelumnya)

Luas permukaan lensa dari satu diafragma ke diafragma yang lain berkisar kurang lebih setengah (bila dikecilkan) atau dua kali lipat (bila dibesarkan) dari nilai sebelumnya.

Dalam hubungannya dengan kecepatan rana, cukup jelas tampaknya bahwa dengan mengurangi volume cahaya setengahnya (-1 stop) otomatis membutuhkan waktu dua kali lipat lebih lama (+1 stop), dan sebaliknya, dengan menggandakan volume cahaya, waktu yang dibutuhkan juga menjadi lebih cepat dua kali lipat.

Lalu, tahukah anda bahwa terdapat beberapa versi mengenai arti sebenarnya dari f/stop?f/stop (f kecil) dapat berarti salah satu di bawah ini.

1. singkatan dari fenestra (latin) yang berarti “jendela” (diartikan bahwa bukaan difragma membentuk “jendela” bagi cahya untuk masuk melalui lensa).
2. Singkatan dari function (fungsi) atau fraction (pecahan)
3. Simbol dari focal length (panjang fokus) dibagi diameter bukaan (aperture)
4. Dari seorang fotografer legendaris (ansel adams) yang merasa bentuk huruf ‘f’ untuk bukaan diafragma lebih “indah” dan “nyeni” dari penulisan standar amerika yang sempat populer di awal abad 20 lalu (misalnya, U.S. 1 untuk f/4, U.S.4 untuk f/8, dan seterusnya).

Manapun yang anda percayai, jelasnya kata “stop” melambangkan pergeseran satu bukaan diafragma ke diafragma lain yang memiliki titik henti pada gelang pengatur.

Composisi dan Nature

Komposisi adalah susunan objek foto secara keseluruhan pada bidang gambar sehingga objek menjadi pusat perhatian (POI=Point of Interest). Dengan mengatur komposisi foto, kita juga dapat membangun "mood" suatu foto dan keseimbangan keseluruhan objek.

Berbicara komposisi, selalu terkait dengan kepekaan dan "rasa" (sense). Untuk itu sangat diperlukan upaya untuk melatih kepekaan kita agar dapat memotret dengan komposisi yang baik.

Dibawah ini merupakan panduan umum yang sangat sederhana dan biasa dipakai untuk menghasilkan komposisi sebuah foto yang baik. Kita juga dapat mulai belajar dan mengasah kepekaan dengan mengikuti panduan di bawah ini.

Rule of thirds. (Sepertiga Bagian)

Pada aturan umum fotografi, bidang foto sebenarnya dibagi menjadi 9 bagian yang sama. Sepertiga bagian adalah teknik dimana kita menempatkan objek pada sepertiga bagian bidang foto. Hal ini sangat berbeda dengan yang Umum dilakukan dimana kita selalu menempatkan objek di tengah-tengah bidang foto.

Sudut Pemotretan (Angle of View)

Salah satu unsur yang membangun sebuah komposisi foto adalah sudut pengambilan objek. Sudut pengambilan objek ini sangat ditentukan oleh tujuan pemotretan. Maka dari itu jika kita mendapatkan satu moment dan ingin mendapatkan hasil yang terbaik,
jangan pernah takut untuk memotret dari berbagai sudut pandang. Mulailah dari yang standar (sejajar dengan objek), kemudian cobalah dengan berbagai sudut pandang dari atas, bawah, samping sampai kepada sudut yang ekstrim.

Komposisi pola garis Diagonal, Horizontal, Vertikal, Curve.

Didalam pemotretan Nature, pola garis juga menjadi salah satu unsur yang dapat memperkuat objek foto. Pola garis ini dibangun dari perpaduan elemen-elemen lain yang ada didalam suatu foto. Misalnya pohon,ranting, daun, garis cakrawala, gunung, jalan, garis atap rumah dan lain-lain..

Elemen-elemen yang membentuk pola garis ini sebaiknya diletakkan di sepertiga bagian bidang foto. Pola Garis ini dapat membuat komposisi foto menjadi lebih seimbang dinamis dan tidak kaku.

Background (BG) dan Foreground (FG)

Latar belakang dan latar depan adalah benda-benda yang berada di belakang atau didepan objek inti dari suatu foto. Idealnya BG dan FG ini merupakan pendukung untuk memperkuat kesan dan fokus perhatian mata kepada objek.

Selain itu juga "mood" suatu foto juga ditentukan dari unsur-unsur yang ada pada BG atau FG. BG dan FG, seharusnya tidak lebih dominan (terlalu mencolok) daripada objek intinya. Salah satu caranya adalah dengan mengaburkan (Blur) BG dan FG melalui pengaturan diafragma.

Selamat mencoba...

Cheers

KAMERA

Kamera merupakan alat perekam gambar atawa kotak kedap cahaya. Didalamnya terdapat sebuah lensa yang mampu menerima cahaya dari sebuah objek yang kemudian direkam dengan alat pekat cahaya atau film.

Tiga Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam setiap pemotretan, yaitu kecepatan rana, bukaan diafragma, dan penemu jarak atau focus. Kemampuan pemotret menggunakan ketiga kontrol kamera tersebut akan sangat mempengaruhi hasil foto. Kecepatan rana dan bukaan diafragma dapat mempengaruhi pencahayaan dan ketajaman hasil foto.

-Kecepatan Rana-
Kecepatan rana adalah rentang waktu sebuah rana membuka pada saat pemotretan. Kecepatan rana tinggi   misalnya 1/500 detik-biasanya digunakan untuk membekukan gerakan cepat, misalnya peristiwa olahraga. Sedangkan rana rendah-misalnya 1/15 detik- tidak dapat membekukan gerakan. Walaupun demikian, kecepatan ini masih dapat digunakan untuk memotret benda bergerak menyamping dengan teknik panning.

-Diafragma-
Bukaan diafragma adalah lubang lensa tempat sinar masuk ke dalam kamera. Besar kecilnya dapat diatur. Besar bukaan diafragma penting untuk mengontrol pencahayaan dan ruang tajam. Bukaan diafragma besar memasukkan lebih banyak cahaya dan memberi ruang tajam yang lebih sempit. Sebaliknya, bukaan diafragma kecil memasukkan sedikit cahaya dan memberi ruang tajam yang luas. Besar bukaan diafragma dinyatakan dalam angka f (kecil) ; disebut pula f stop. Sebagai pedoman, angka kecil menandakan bukaan besar; angka besar menandakan bukaan kecil. Urutan angka diafragma atawa f ini menggambarkan besar bukaan : f:1,4; f:2; f:2,8; f:4; f:5,6; f:8; f:11; f:16; f:22. Setiap bukaan   dari f:22 sampai f:1,4   meneruskan cahaya dua kali lebih banyak daripada angka f sebelumnya. Angka-angka diafragma tersebut mempengaruhi ruang tajam atau jarak antara objek yang terdekat dengan yang terjauh.

-Ruang tajam-
Ruang tajam adalah jarak terdekat dan terjauh yang masih berada dalam rentang focus.

-Fokus-
Fokus adalah pertemuan berkas sinar atau cahaya melalui lensa setelah berbias atau dipantulkan. Fokus juga bisa diartikan sebagai gambaran tajam atau kejelasan suatu objek pemotretan.


TEKNIK PENCAHAYAAN

Tanpa pencahayaan optimal, suatu foto tidak dapat menjadi karya yang baik. Oleh karena itu, seluk beluk pencahayaan mutlak harus diketahui dan dikuasi pemotret. Caranya adalah dengan melatih kepekaaan terhadap cahaya yang muncul.

Ada beberapa cahaya dalam pemotretan :
1. Cahaya alami (natural light/available light), yaitu cahaya pemotretan yang berasal dari alam. Misalnya matahari atau benda2 angkasa yang mampu memantulkan cahaya.
Terbagi menjadi dua :

a. cahaya langsung (direct light), yaitu cahaya matahari yang langsung mengenai objek pemotretan tanpa terhambat/terhalang apapun. Sifatnya keras, menghasilkan bayangan yang tajam. Berkas cahayanya kuat, perbedaan bagian yang terkena sinar matahari dengan yang tidak amat kontras/mencolok.

b.Cahaya tidak langsung (indirect light), yaitu cahaya matahari yang mengenai objek setelah melewati awan/kabut yang menutupi langit. Sifatnya halus/lembut dan merata, menghasilkan gradasi atau tone yang halus. Contohnya :  window light  (cahaya dari jendela) yang sangat banyak digemari kebanyakan pemotret karena menghasilkan  cahaya Rembrandt

2. Cahaya buatan (artificial light), yaitu cahaya dalam pemotretan yang berasal dari cahaya buatan, misalnya lampu kilat. Karena cahaya lampu kilat memiliki keterbatasan, khususnya berkenaan dengan jarak pemotretan, pemotret harus paham betul pengukurannya.

Sebuah film/photo dikatakan mempunyai pencahayaan normal jika semua warna yang muncul sesuai dengan yang diharapkan. Ini hanya bias terjadi jika kombinasi antara kecepatan rana dan diafragmanya tepat. Yang dimaksud dengan film/photo kelebihan cahaya  dalam istilah fotografi disebut  over  yaitu jika dalam bagian shadow density menerima cahaya berlebih (kehilangan detail). Sebaliknya, film dikatakan kekurangan cahaya atau  under  jika bagian shadow density tidak cukup menerima cahaya. Akibatnya detail gambar tidak dapat ditampilkan secara sempurna.

Ada beberapa jenis cahaya dalam pemotretan :
1. Main light, cahaya utama yg digunakan sebagai acuan metering misalnya dapat berupa matahari, soft box dan sebagainya.
2. Fill in light, cahaya pengisi yang digunakan untuk mengurangi kepekatan daerah2 gelap/shadow yang ditimbulkan oleh main light untuk memunculkan detail objeknya.
3. Hairlight, cahaya yang digunakan untuk menimbulkan dimensi rambut.
4. Background light, cahaya yang digunakan untuk memunculkan detail background dari objek.

Ada beberapa jenis arah datangnya cahaya dalam pemotretan :
1. Frontlight, pencahayaan dari depan, cahaya ini memberikan kesan yang rata, tanpa dimensi dan efek bayangan yang relatif kecil. Baik digunakan untuk pemotretan close up.
2. Side light, pencahayaan dari samping, sangat baik untuk memunculkan tekstur pada pemotretan lanskap dan menampilkan foto2 berkarakter seperti potret, juga memberi kesan kedalaman dan dimensi pada objek photo.
3. Backlight, pencahayaan yang datangnya dari belakang objek, pencahayaan jenis ini dapat memberikan semacam efek  halo  disekitar subjek, sehingga memberikan sentuhan moody dan kesan dramatic. Secara umum efek yang dihasilkan dapat menciptakna siluet. Berhati2lah dengan efek cahaya ini karena jika salah dapat menimbulkan flare.
4. Toplight, pencahayaan yang datangnya dari atas subjek yang dapat menampilkan detail benda, pencahayaan seperti ini sangat dihindari tetapi jika dimanfaatkan dengan tepat dapat menjadi photo yang unik.

Tips pencahayaan :
1. Pagi dan senja
dijam-jam pagi dan petang, saat matahari terbit dan tenggelam, cahayanya bisa sangat menawan.
2. Gunakan reflector
Untuk mendapatkan hasil yang lebih natural, gunakan reflector untuk memunculkan detil. Sebisa mungkin hindari penggunaan flash.
3. Simpelkan siluet
pastikan anda mendapatkan bentuk yang jelas dari subjek. Jangan sampai menimbulkan siluet yang lain.
4. Lembutkan flash
hindari sinar flash yang berlebihan. Kurangi kekuatan kilat lampu flash ketika anda memotret disiang hari.
5. Hindari flare
Lindungi bagian depan lensa dengan tangan anda saat memotret menghadap matahari.
6. Tonjolkan warna
Potretlah warna-warna yang kuat pada waktu cuaca agak mendung, tapi tak hujan.
7. Metering yang cermat
kamera anda bias terkecoh oleh kondisi pencahayaan yang tidak biasa. Lakukan spot metering untuk mengatasinya.
8. Tambah cahaya saat berkabut
untuk memotret suasana berkabut, naikkan eksposur hingga 1EV untuk memulihkan kecerahan
9. Lambatkan
Ketika memotret dalam kondisi pencahayaan minim, kombinasikan shutter speed yang lambat dengan sinar flash untuk mendapatkan hasil menarik.
10. Jangan cepat puas
hasil yang memuaskan membutuhkan cahaya yang memadai. Jangan buru-buru puas sebelum anda mendapatkannya.

RUANG TAJAM

Ket :
perhatikan perbedaan rentang ruang tajam pada ketiga foto diatas.
Pada bukaan diafragma besar ruang tajamnya lebih sempit dan demikian seterusnya.
Tips :
gunakan bukaan besar (angka f kecil) untuk mengisolasi background yang mengganggu
gunakan bukaan kecil (angka f besar) untuk pemotretan lanskap

OUTDOR FLASH
oleh: Agus Chiawono   

Sekilas jika kita berpikir tentang penggunaan flash, maka kita akan tahu kalau hal itu berlaku untuk suasana pemotretan yang kekurangan cahaya. Karenanya, kita umumnya tidak memikirkan tentang perlunya penggunaan flash pada pemotretan luar ruangan (siang hari) karena sinar matahari sudah sangat terang. Di sinilah kesalahan kita dimulai.

Flash sangat dibutuhkan pada pemotretan outdoor, terutama pada:

1. Kondisi obyek membelakangi matahari.
Pada kondisi seperti ini, meter kamera akan mengira suasana sudah cukup terang sehingga akan menyebabkan obyek yang difoto tersebut gelap/under karena cahaya kuat tersebut percuma karena tidak direfleksikan oleh obyek. Cara mengakalinya adalah dengan melakukan fill in pada obyek sehingga walaupun latar sangat terang tetapi obyek tetap mendapat cahaya.

2. Matahari berada di atas langit.
Ini akan mengakibatkan muncul bayangan pada bawah hidung dan dagu. Gunakan flash untuk menghilangkannya. Untuk melembutkan cahayanya gunakan bounce card atau diffuser.

3. Obyek berada pada open shade (bayangan).
Flash digunakan untuk mendapatkan pencahayaan yang sama pada keseluruhan obyek karena bayangan akan membuat gradasi gelap yang berbeda-beda pada bagian-bagian obyek apalagi wajah manusia.

5. Langit sangat biru dan menggoda.
Jika kita tidak tergoda oleh birunya langit dan rela mendapat foto langit putih ketika memotret outdoor maka silahkan lakukan metering pada obyek tanpa menggunakan flash atau dengan flash. Jika kita rela obyek kekurangan cahaya asalkan langit biru silahkan lakukan metering pada langit. Nah, jika kita ingin langit tetap biru sekaligus obyek tercahayai dengan baik, gunakan metering pada langit dan fill flash pada obyek. Ini akan menghasilkan perpaduan yang tepat dan pas.

6. Langit mendung.
Ketika langit mendung, jangan segan-segan gunakan flash karena efek yang ditimbulkan awan mendung akan sama seperti jika kita berada di bawah bayangan 

MEMOTRET SUBJEK DENGAN TEKNIK PEMOTRETAN

   1. 1. RUANG TAJAM

Ruang tajam atau depth of field adalah jarak antara objek yang terdekat dengan jarak terjauh yang nampak tajam (fokus) dalam gambar. Dalam buku lain juga dijelaskan pengertian ruang tajam, yaitu: jumlah jarak antara subjek yang paling dekat dan yang paling jauh yang dapat muncul di fokus tajam sebuah foto. Misalnya, jika kita memotret pohon-pohon yang berdiri bersaf-saf, maka yang akan tampak pada foto yang telah dicetak adalah beberapa pohon di depan tampak jelas kemudian semakin ke belakang semakin kabur gambar pohonnya.

Ketajaman ruang suatu gambar foto sangat tergantung pada beberapa hal, yaitu:

    * Diafragma atau bukaan lensa (lens aperture). Semakin kecil bukaan diafragma, semakin besar ruang tajam atau depth of field yang dihasilkan. Bukaan penuh atau besar akan menghasilkan depth of field yang sangat sempit.
    * Jarak fokus lensa atau focal length. Semakin panjang focal length, semakin sempit ruang tajamnya.
    * Jarak pemotretan. Semakin dekat jaraknya, semakin sempit ruang tajam yang dihasilkan. Begitu pula sebaliknya, semakin jauh jarak pemotretannya, maka ruang tajamnya akan semakin luas.

1.1       Ruang Tajam Sempit

Teknik ruang tajam sempit biasanya digunakan jika kita menginginkan subjek yang kita foto terfokus tajam sedangkan latar belakang dari subjek tersebut tidak tajam atau kabur. Untuk mendapatkan hasil seperti itu kita bisa mengubah diafragma kamera yang kecil menjadi besar, atau angka ‘f’ nya kecil. Selain itu kita juga dapat mendekatkan kamera ke arah subjek foto.

1.2       Ruang Tajam Luas

Teknik ruang tajam luas biasanya digunakan jika kita menginginkan suatu foto yang subjek utama dan latar belakangnya tetap terlihat jelas. Untuk mendapatkan hasil foto seperti itu, maka kita dapat mengatur bukaan diafragma kamera yang besar menjadi kecil, atau angka ‘f’ nya besar. Kita juga dapat menjauhkan kamera dari subjek foto.

   1. 2. PENCAHAYAAN

Pencahayaan adalah mencahayai film dengan pengontrolan diafragma dan kecepatan rana. Pencahayaan atau exsposure juga disebut sebagai kuantitas cahaya yang diperbolehkan masuk, intensitas (diatur oleh bukaan lensa) dan durasi (diatur oleh shutter speed) cahaya yang masuk dan mengenai film. Tanpa pencahayaan sebuah foto tidak akan pernah menjadi hasil karya. Fungsi dari pencahayaan adalah untuk memberikan jiwa pada foto.

Dalam mengevaluasi sebuah foto, ada tiga jenis kategori yang dikaitkan dengan pencahayaan, yaitu:

    * Pencahayaan kurang (under exsposure), berarti cahaya yang masuk mengenai film terlalu sedikit, sehingga gambar yang dihasilkan akan gelap.
    * Pencahayaan yang tepat, berarti cahaya yang masuk mengenai film cukup, sehingga akan menghasilkan gambar yang bagus dan menarik.
    * Pencahayaan lebih (over exsposure), berarti cahaya yang masuk mengenai film terlalu banyak, sehingga gambar yang dihasilkan terlalu terang.

2.1       Cahaya Alam (Natural Ligh)

Cahaya alam adalah sumber cahaya utama dalam pemotretan luar ruangan. Sumber dari cahaya alam berasal dari matahari, bintang dan benda-benda lain yang mampu memantulkan cahaya, seperti bulan. Cahaya alam bersifat langsung dan tidak langsung. Bersifat langsung, karena cahaya yang dihasilkan datang langsung dari sumbernya tanpa hambatan dan tanpa dipantulkan. Bersifat tidak langsung, karena cahaya yang dihasilkan oleh sumber cahaya terkena hambatan dan pantulan sebelum mengenai objek foto.

2.2       Cahaya Buatan (Artificial Light)

Cahaya buatan adalah cahaya yang dibuat untuk menerangi sebuah objek foto, biasanya cahaya buatan lebih banyak dipakai pada saat pengambilan foto di dalam ruangan. Cahaya buatan dapat dihasilkan oleh peralatan tambahan, yaitu lampu kilat, blitz atau flash.

   1. 3. KOMPOSISI

Komposisi adalah rangkaian elemen gambar dalam suatu ruang/format. Pemilihan komposisi merupakan pilihan pribadi fotografer, mungkin tidak akan pernah ada kamera yang memberi tanda jangan memotret dengan komposisi yang salah (Griand Giwanda, 2002:39). Komposisi juga dapat diartikan sebagai susunan elemen dalam suatu foto, sehingga kehadirannya dapat memperkuat subjek utama dalam foto.

Ada bebrapa hal yang bisa dijadikan panduan bagi seorang fotografer dalam pelaksanaan pemotretan, yaitu:

3.1       Penempatan Subjek

Penempatan subjek dalam gambar sangat penting untuk mendapatkan komposisi yang baik. Pilihlah satu objek yang menjadi pusat perhatian, sedangkan yang lainnya hanya sebagai pendukung dan tidak mengalihkan perhatian mata dari objek utama.

    * Aturan sepertiga (rule of third)

Aturan sepertiga adalah penempatan objek utama/subyek 1/3 bagian dari daerah gambar/frame, bisa disebelah kanan atau kiri daerah gambar, baik horizontal maupun vertikal. Aturan sepertiga ini sering digunakan untuk penempatan objek utama/subyek dalam gambar. Bagi bidang gambar menjadi 1/3 bagian sama besar secara horisontal dan vertikal dengan menarik masing-masing dua garis ke samping dan ke bawah. Kita dapat menempatkan subjek pada titik-titik perpotongan garis tersebut.

Gambar: Aturan sepertiga

    * Diagram irisan emas

Diagram ini menunjukkan bagaimana suatu irisan emas dibentuk. Mula-mula dibuat suatu bujur sangkar, kemudian dari bujur sangkar tersebut ditarik garis tengah yang memotong sisi-sisinya pada titik A dan B. Dari salah satu titik (misalnya titik A), dibuat lingkaran dengan garis tengah AC, memotong sisi bujur sangkar pada D. Selanjutnya dibuat segi empat dengan perluasan bujur sangkar sampai titik D tersebut. Titik C-C adalah irisan emas dan merupakan posisi subjek.

Gambar: Diagram irisan emas

    * Diagram susunan diagonal

Titik A dan B adalah garis diagonal (atau susunan subjek-subjek secara diagonal). Sedangkan perpotongannya, yaitu titik D atau C adalah posisi untuk menempatkan subjek utama.

Gambar: Diagram susunan diagonal

3.2       Garis

Garis merupakan elemen desain gambar tertua. Garis yang penting adalah garis yang membentuk tepi bingkai gambar karena garis ini yang mengisolasi bidang gambar yang direkam dari seluruh adegan. Garis horisontal menimbulkan kesan stabil atau tenang, sedangkan garis vertikal dapat menunjukkan  suatu gerakan.

3.3       Kedalaman

Untuk menambahkan kesan tiga dimensi dalam gambar dua dimensi, diperlukan suatu kedalaman atau perspektif yang akan menimbulkan ilusi jarak. Hal ini dapat dilambangkan dengan garis-garis yang bertambah sempit dari jalan atau rel kereta api, perbedaan ukuran dengan objek yang jauh terlihat lebih kecil daripada objek yang dekat.

3.4       Keseimbangan

Dalam sebuah foto diperlukan keseimbangan visual. Keseimbangan formal dihasilkan jika objek dengan ukuran atau berat visual sama ditempatkan disetiap sisi gambar atau subjek utama berada di pusat gambar. Untuk mendapatkan keseimbangan visual dalam fotogarafi seringkali digunakan keseimbangan nonformal. Misalnya, digunakan dua objek yang lebih kecil untuk mengimbangi sebuah objek yang besar.

3.5       Irama

Suatu komposisi yang baik dapat diperkuat dengan suatu irama yang berbentuk pengulangan garis, tekstur, bentuk, dan warna dalam gambar, seperti pola jendela bangunan, teras sawah, dan gelombang laut. Namun, pola-pola tersebut umumnya tidak akan menghasilkan gambar yang menarik sehingga diperlukan satu pusat perhatian.

3.6       Latar Belakang

Dalam mengambil gambar perlu diperhatikan tentang latar belakang objek utama. Latar belakang yang ramai akan merusak gambar dan mengaburkan fokus terhadap subjek foto.

3.7       Format.

Pada umumnya format foto yang digunakan adalah format horisontal atau landscape dan format vertikal atau portrait. Format horisontal merupakan format yang dinamis karena mata akan bergerak melihat dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Dengan demikian format ini sangat cocok untuk menggambarkan luasnya pandangan, bentang alam, ruang bangunan atau subjek berkarakter lebar. Sedangkan format vertikal mata bergerak dari atas ke bawah atau sebaliknya sehingga kekuatan yang lebih besar bertumpu pada arah vertikal. Format ini sangat cocok untuk menggambarkan ketinggian atau subjek yang menjulang tinggi.

   1. 4. PRAKTEK  PEMOTRETAN

4.1       Cara Memegang Kamera

Memegang kamera yang baik dengan cara tangan kanan memegang kamera bagian kanan, jari teluntuk selalu pada tombol pelepas rana. Sedangkan tangan kiri menyangga kamera dengan jari-jari selalu siap merubah titik fokus, hal ini dilakukan jika menggunakan kamera yang memakai lensa.

Beberapa Posisi Membidik.

    * Posisi Berdiri, kaki kiri agak maju terhadap kaki kanan. Posisi tangan dapat memegang kamera secara horisontal maupun vertikal.
    * Posisi Jongkok, lutut kanan bertumpu pada tanah atau lantai, lutut kiri menekuk membuat sandaran bagi siku kiri.
    * Posisi Tiarap, lakukan posisi seperti orang menembak dengan kedua siku bersandar pada tanah, sehingga kamera pada kening dijaga kestabilannya.

4.2       Pengambilan Sudut Kamera

   1. Bahasa pengambilan gambar

    * Very Long Shot atau Extreme Long Shot (ELS) adalah pengambilan gambar yang mencakup suatu daerah pengambilan gambar yang lebih lebar.
    * Long Shot (LS) atau Full Shot (FS) adalah pengambilan gambar dari jarak yang cukup jauh hingga seluruh subjek dan pemandangan.
    * Medium Long Shot (MLS) adalah pengambilan gambar dari lutut hingga ke atas tubuh manusia.
    * Medium Close Up (MCU) adalah pengambilan gambar yang menampakkan kepala, bahu, dan bagian atas dada orang hingga memenuhi gambar.
    * Close Up (CU) adalah pengambilan gambar yang menonjolkan bagian bahu dan kepala seseorang.
    * Exstreme Close Up (ECU) adalah pengambilan gambar sebesar mungkin pada bagian mata, mulut, dan sebagainya.
    * Big Close Up (BCU) adalah pengambilan gambar pada daerah kepala untuk menonjolkan karakter subjek.
    * One Shot adalah pengambilan gambar yang hanya menampilkan satu orang atau benda saja.
    * Two Shot adalah pengambilan gambar yang menampilkan dua orang atau benda.
    * Three Shot adalah pengambilan gambar yang menampilkan tiga orang atau benda.
    * Group Shot adalah pengambilan gambar sekelompok orang.
    * Over Shoulder Shot (OSS) adalah pengambilan gambar dua orang yang saling bertatap muka, pengambilan gambarnya melalui belakang bahu seseorang subjek.

   1. Sudut kamera (camera angel)

    * Bird Eye Viev adalah pengambilan gambar yang arah kameranya berada di atas dari objek, diumpamakan sebagai pandangan burung yang melihat dari langit.
    * Eye Level View adalah pengambilan gambar yang arah kameranya sejajar dengan objek.
    * Low Level View adalah pengambilan gambar yang arah kameranya berada lebih rendah dari objek. Pengambilan gambar dengan cara posisi jongkok atau tiarap.

4.3       Langkah Persiapan Pemotretan

    * Menyesuaikan pengaturan ASA/ISO yang terdapat pada kamera dengan ASA/ISO film.
    * Memilih subjek, baik pemandangan, benda mati atau manusia.
    * Memilih kecepatan rana agar didapatkan gambar yang menarik.
    * Memilih bukaan diafragma untuk menentukan banyaknya cahaya yang masuk serta menentukan ruang tajamnya.
    * Memilih latar belakang dari subjek foto.
    * Mengatur penempatan objek dalam bingkai gambar.
    * Menajamkan gambar atau focusing.
    * Menunggu momen yang tepat untuk memotret subjek.

4.4       Beberapa Saran Pemotretan Subjek

    * Memotret satu orang (model). Yang perlu diperhatikan dalam memotret model adalah latar belakang dan latar depan/muka model tersebut. Latar belakang jangan sampai mengacaukan fokus pandangan orang terhadap subjek. Sedangkan latar depan jangan sampai menutupi subjek.
    * Memotret dua orang. Yang perlu diperhatikan adalah ekspresi dan kenaturalan gerak dari subjek yang akan difoto.
    * Memotret tiga atau empat orang. Yang perlu diperhatikan adalah kejadian atau suatu peristiwa yang dilakukan oleh subjek yang akan difoto.
    * Memotret keluarga. Yang diperhatikan adalah ekspresi dari seluruh anggota keluarga dan kelengkapan anggota keluarga tersebut.

4.5       Pemotretan Landscape

Untuk memotret landscape atau pemandangan memerlukan beberapa teknik dasar diantaranya adalah:

    * Hukum Pertigaan
    * Gunakan kecepatan rendah agar proses pencahayaan lebih sempurna dengan fokus atau angka diafragma besar.
    * Gunakanlah tripod untuk menyangga kamera sehingga hasilnya tidak blur
    * Untuk mendapatkan gambar fokus yang tajam dapat dilakukan teknik aturan pertigaan yakni mengambil titik fokus tersebut sepertiganya saja.

4.6       Beberapa Teknik Pengambilan Gambar

    * Teknik Bluring

Untuk memotert subjek yang bergerak menjadi blur diperlukan kecepatan rana rendah. Untuk subjek yang bergerak kecepatan rana yang diperlukan berbeda-beda. Misalkan, mobil yang melaju kencang dengan kecepatan 150 km/jam mungkin akan menjadi blur dengan kecepatan rana 1/500 detik, tapi kalau kita memotret sepeda motor dengan kecepatan 40 km/jam dengan kecepatan rana yang sama, maka sepeda motor tersebut akan diam.

    * Teknik Panning Shoot

Teknik panning shoot adalah cara lain untuk memberikan kesan gerak pada foto. Dengan teknik ini latar belakangnya hampir sepenuhnya blur, sedangkan subjeknya relatif lebih tajam. Untuk mendapatkan hasil seperti ini dilakukan dengan cara mengikuti pergerakan subjek sebelum kita menekan tombol shutter.

    * Teknik Freezing

Teknik freezing adalah teknik membekukan gambar untuk memperlihatkan kesan gerak dengan membekukan gerakan yang sedang berlangsung. Untuk mendapat hasil gambar seperti ini digunakan kecepatan rana tinggi.

    * Teknik Zooming

Teknik zooming merupakan teknik foto untuk menampilkan kesan gerak dengan mengubah panjang fokus lensa pada saat menekan tombol shutter. Untuk mendapatkan hasil seperti ini dapat digunakan dengan kecepatan rana 1/30 detik.

Pengunjung

 
Design by Asahi Themes | Bloggerized by Yahdanie - Asahi | Phone:087773177715